Soal:
Seorang laki-laki terbiasa puasa
hari Senin dan Kamis serta hari-hari lainnya yang disunnahkan puasa, apakah
yang lebih utama baginya saat safar: apakah yang utama baginya puasa atau
berbuka?
Jawab:
Syaikh Abdullah bin Jibrin رحمه الله menjawab:
Diriwayatkan pada hadits Hamzah bin
Amar رضي الله عنه bahwa ia
selalu puasa dan banyak melakukan safar. Ia bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم : Apakah ia
puasa dalam perjalanan ? Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda
kepadanya:
إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ
“Jika engkau
menghendaki maka engkau puasa dan jika engkau menghendaki maka engkau berbuka.”[1]
Seperti
inilah Nabi صلى الله عليه
وسلم memberikan pilihan kepadanya.
Hadits ini menunjukkan bahwa apabila musafir mampu puasa dan tidak ada
kesulitan atasnya, ia boleh puasa, baik puasa wajib atau puasa sunnah. Karena
sesungguhnya berbuka dalam safar penyebabnya adalah karena memberatkan dan
begitulah biasanya dalam perjalanan. Firman Allah سبحانه و تعالى:
وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ
أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
…dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. (QS. Al-Baqarah[2]: 185)
Terkadang
puasa disertai kesukaran pahalanya sangat besar apabila puasa tidak
menghalanginya untuk melayani dirinya sendiri. Apabila puasa membuatnya harus
dilayani teman-temannya karena lemah disebabkan puasa maka berbuka lebih utama
berdasarkan sabdanya صلى الله عليه
وسلم:
ذَهَبَ الْمُفْطِرُوْنَ الْيَوْمَ بِالْأَجْرِ
“Orang-orang
yang puasa pergi pada hari ini dengan pahala.”[2]
Dan atasnya
dibawakan sabda beliau صلى الله عليه
وسلم:
لَيْسَ مِنَ اْلبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ
“Tidak
termasuk kebaikan berpuasa di saat safar.”[3]
Apabila
orang yang puasa membutuhkan pertolongan orang yang menaunginya (dari terik
matahari), memercikkan air kepadanya, memberi minuman kepada ternaknya,
menuruni tunggangannya, mengatur makanan dan minumannya karena ia tidak mampu
melakukan hal itu, maka kami berpendapat bahwa yang utama padanya adalah
berbuka sehingga ia tidak memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan hal itu
dan ia bisa melayani dirinya sendiri. Adapun bila puasa tidak menghalanginya
bekerja maka puasa lebih utama, sama saja puasa sunat atau wajib. [] (Syaikh Abdullah bin Jibrin –
fatwa yang beliau tanda tangani pada tanggal 2/11/1423 H)
Disalin
dari: IslamHouse.Com dengan penerjemah Muhammad Iqbal
A. Gazali.