I'tikaf dan Lailatul Qodar





I' T I K A F

1.    Hikmahnya
Al-Alamah Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: "Manakala hadir dalam keadaan sehat dan istiqamah (konsisten) di atas rute perjalanan menuju Allah Ta'ala tergantung pada kumpulnya (unsur pendukung) hati tersebut kepada Allah, dan menyalurkannya dengan menghadapkan hati tersebut kepada Allah Ta'ala secara menyeluruh, karena kusutnya hati tidak akan dapat sembuh kecuali dengan menghadapkan(nya) kepada Allah Ta'ala, sedangkan makan dan minum yang berlebih-lebihan dan berlebih-lebihan dalam bergaul, terlalu banyak bicara dan tidur, termasuk dari unsur-unsur yang menjadikan hati bertambah berantakan (kusut) dan mencerai beraikan hati di setiap tempat, dan (hal-hal tersebut) akan memutuskan perjalanan hati menuju Allah atau akan melemahkan, menghalangi dan menghentikannya. 
Rahmat Allah Yang Maha Perkasa lagi Penyayang menghendaki untuk mensyariatkan bagi mereka puasa yang bisa menyebabkan hilangnya kelebihan makan dan minum pada hamba-Nya, dan akan membersihkan kecenderungan syahwat pada hati yang (mana syahwat tersebut) dapat merintangi perjalanan hati menuju Allah Ta'ala, dan disyariatkannya (i'tikaf) berdasarkan maslahah (kebaikan yang akan diperoleh) hingga seorang hamba dapat mengambil manfaat dari amalan tersebut baik di dunia maupun di akhirat. Tidak akan merusak dan memutuskannya (jalan) hamba tersebut dari (memperoleh) kebaikannya di dunia maupun di akhirat kelak. 
Dan disyariatkannya i'tikaf bagi mereka yang mana maksudnya serta ruhnya adalah berdiamnya hati kepada Allah Ta'ala dan kumpulnya hati kepada Allah, berkhalwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dengan makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Allah semata. Hingga jadilah mengingat-Nya, kecintaan dan penghadapan kepada-Nya sebagai ganti kesedihan (duka) hati dan betikan-betikannya, sehingga ia mampu mencurahkan kepada-Nya, dan jadilah keinginan semuanya kepadanya dan semua betikan-betikan hati dengan mengingat-Nya, bertafakur dalam mendapatkan keridhaan dan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Sehingga bermesraan ketika berkhalwat dengan Allah sebagai ganti kelembutannya terhadap makhluk, yang menyebabkan dia berbuat demikian adalah karena kelembutannya tersebut kepada Allah pada hari kesedihan di dalam kubur manakala sudah tidak ada lagi yang berbuat lembut kepadanya, dan (manakala) tidak ada lagi yang dapat membahagiakan (dirinya) selain daripada-Nya, maka inilah maksud dari i'tikaf yang agung itu" [Zaadul Ma'ad 2/86-87]
 
2.    Pengertian I'tikaf 
I'tikaf yaitu berdiam (tinggal) di atas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal di masjid dan menegakkan ibadah di dalamnya sebagai mu'takif dan 'Akif. [Al-Mishbahul Munir 3/424 oleh Al-Fayumi, dan Lisanul Arab 9/252 oleh Ibnu Mandhur]  
3.    Disyari'atkannya I'tikaf 
Disunnahkan pada bulan Ramadhan dan bulan yang lainya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir bulan Syawwal [HR. Bukhari 4/226 dan Muslim 1173]
Dan Umar pernah bertanya kepada Nabi صلی الله عليه وسلم:  Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini pernah bernadzar pada zaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) aku akan beritikaf pada malam hari di Masjidil Haram'. Beliau menjawab :Tunaikanlah nadzarmu".  Maka ia (Umar رضي الله عنه) pun beritikaf pada malam harinya. [Riwayat Bukhari 4/237 dan Muslim 1656] 
I'tikaf yang paling utama (yaitu) pada bulan Ramadhan beradasarkan hadits Abu Hurairah رضي الله عنه (bahwasanya) Rasulullah صلی الله عليه وسلم sering beritikaf pada setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang dimana beliau diwafatkan padanya, beliau (pun) beritikaf selama dua puluh hari. [Riwayat Bukhari 4/245] 
Dan yang lebih utama yaitu pada akhir bulan Ramadhan karena Nabi صلی الله عليه وسلم seringkali beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah Yang Maha Perkasa dan Mulia mewafatkan beliau. [Riwayat Bukhari 4/266 dan Muslim 1173 dari Aisyah] 
4.    Syarat-Syarat I'tikaf 
a.    Tidak disyari'atkan kecuali di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta'ala:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
"Dan janganlah kamu mencampuri mereka itu[9] sedangkan kamu beritikaf di dalam masjid" [Al-Baqarah : 187] 
b.    Dan masjid-masjid disini bukanlah secara mutlak (seluruh masjid ,-pent), tapi telah dibatasi oleh hadits shahih yang mulai (yaitu) sabda beliau صلی الله عليه وسلم:
لاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِيْ الـمَسَاجِدِ الثَّلاَثَةِ
"Tidak ada I'tikaf kecuali pada tiga masjid”.[10]  
c.     Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beritikaf (yaitu) hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah رضي الله عنها yang telah disebutkan.[11]
  
5.    Perkara-Perkara yang Boleh Dilakukan Bagi Orang yang sedang I’tikaf 
a.    Diperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat, boleh mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya). Aisyah رضي الله عنها berkata.  "Dan sesungguhnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang itikaf di masjid (dan aku berada di kamarku) kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain: aku cuci rambutnya) [dan antara aku dan beliau (ada) sebuah pintu] (dan waktu itu aku sedang haid) dan adalah Rasulullah tidak masuk ke rumah kecuali untuk (menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I'tikaf" [12] 
b.    Orang yang sedang Itikaf dan yang yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan salah seorang pembantu Nabi صلی الله عليه وسلم:  "Nabi صلی الله عليه وسلم berwudhu di dalam masjid dengan wudhu yang ringan" [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/364 dengan sanad yang shahih] 
c.     Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang I'tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri'tikaf, karena Aisyah رضي الله عنها (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri'tikaf [13] dan hal ini atas perintah Nabi صلی الله عليه وسلم.[14]   
d.    Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang beritikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar رضى الله عنهما bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم jika i'tikaf dihamparkan kasur atau diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At-Taubah.[15] 

6.    I'tikafnya Wanita Dan Kunjungannya Ke Masjid 
a.    Diperbolehkan bagi seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat i'tikaf, dan suami diperbolehkan mengantar isteri sampai ke pintu masjid. Shafiyyah رضي الله عنها berkata:  "Dahulu Nabi صلی الله عليه وسلم (tatkala beliau sedang) i'tikaf [pada sepuluh (hari) terkahir di bulan Ramadhan] aku datang mengunjungi  pada malam hari [ketika itu di sisinya ada beberapa isteri beliau sedang bergembira ria] maka aku pun berbincang sejenak, kemudian aku bangun untuk  kembali, [maka beliaupun berkata: jangan engkau tergesa-gesa sampai aku bisa mengantarmu] kemudian beliaupun berdiri besamaku untuk mengantar aku pulang, -tempat tinggal Shafiyyah yaitu rumah Usamah bin Zaid- [sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu Ummu Salamah] lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar dan ketika keduanya melihat Nabi صلی الله عليه وسلم, maka keduanyapun bergegas, kemudian Nabi-pun bersabda: "Tenanglah [16], ini adalah Shafiyah binti Huyaiy", kemudian keduanya berkata: 'Subhanahallah (Maha Suci Allah) ya Rasullullah". Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu menjalar (menggoda) anak Adam pada aliran darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan bersarangnya kejelakan di hati kalian -atau kalian berkata sesuatu"[17] 
b.    Seorang wanita boleh i'tikaf dengan didampingi suaminya ataupun sendirian. berdasarkan ucapan Aisyah رضي الله عنها : "Nabi صلی الله عليه وسلم i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian isteri-isteri beliau i'tikaf setelah itu". [Telah lewat takhrijnya] 
Berkata Syaikh kami (yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله, -pent) :"Pada atsar tersebut ada suatu dalil yang menunjukkan atas bolehnya wanita i'tikaf dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu dibatasi (dengan catatan) adanya izin dari wali-wali mereka dan aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak mengenai larangan berkhalwat dan kaidah fiqhiyah:
دَرْءُ الْـمَفَاسِدَ مُقَدَّمٌ عَلَي جَلْبِ الْـمَصَالِحِ 
"Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat"  
LAILATUL QADAR

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur'an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya صلي الله عليه وسلم tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah serta gapura untuk menyambut malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah. 
Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut:
1.    Keutamaan Lailatul Qadar 
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah  سبحانه و تعاليberfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ 
"Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar" [Al-Qadar : 1-5] 
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, Allah سبحانه و تعالي berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ. فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ. أَمْراً مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ. رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 
"Sesungguhnya  Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" [Ad-Dukhan : 3-6] 
2.    Waktunya 
Diriwayatkan dari Nabi صلی الله عليه وسلم bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan.[18]
Imam Syafi'i رحمه الله berkata: "Menurut pemahamanku. wallahu 'alam, Nabi صلی الله عليه وسلم menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau: "Apakah kami mencarinya di malam ini?", beliau menjawab: "Carilah di malam tersebut" [Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386] 
Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah رضي الله عنها, dia berkata Rasulullah صلی الله عليه وسلم beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:  "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan"  [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169] 
Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي 
"Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya"  [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan Muslim 1165] 

Ini menafsirkan sabdanya:
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ 
"Aku melihat bahwa mimpi kalian benar, oleh karena itu, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir" [Lihat Maraji' tadi]
 Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit رضي الله عنه, ia berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda:  "Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain: tujuh, sembilan dan lima)" [Hadits Riwayat Bukhari 4/232] 
Peringatan:
Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah. 
Kesimpulannya. Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu 'alam 
3.    Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar!? 
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. 
Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 
"Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu"  [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759] 
Disunnahkan untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah رضي الله عنها, dia berkata: "Aku bertanya, "Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
"Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku" [19] 
Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan. 
Dari Aisyah رضي الله عنها dia berkata: "Adalah Rasulullah صلی الله عليه وسلم, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya[20] menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174] 
Juga dari Aisyah berkata:  "Adalah Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya" [Hadits Riwayat Muslim 1174] 

4.    Tanda-Tandanya 
Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya. 
Dari 'Ubay رضي الله عنه, ia berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
صَبِيحَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ تَطْلُعُ الشَّمءسُ لاَ شُعَاعَ لَهَا كَأَنَّهَا طَسْتٌ حَتَّي تَرْتَفِعَ فَرَأَيْتُهُ
 "Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi" [Hadits Riwayat Muslim 762] 
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah صلی الله عليه وسلم beliau bersabda:  "Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah" [21] 
Dan dari Ibnu Abbas رضى الله عنهما, ia berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلِقَةٌ لاَحَارَّةٌ وَلاَ بَارِدَةٌ تُصْبِحُ السَّمْسُ صَبِيْحَتَهَا ضَعِيْفَةً حَمْرَاءَ
  "Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan" [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]  


[1]    Dengan tanwin ('abdin) dan (alqoriyyi) dengan bertasydid -tanpa dimudhofkan- lihat Al-Bab fi Tahdzib 3/6-7 karya Ibnul Atsir
[2]    Berkelompok-kelompok tidak ada bentuk tunggalnya, seperti nisa' ibil ... dan seterusnya
[3]    Perkataan Umar رضي الله عنه ini adalah salah satu contoh bid’ah diartikan/ dilihat dari segi bahasa, karena shalat tarawih tidaklah Bid’ah bila dilihat dari syariat/ agama karena telah jelas dalil pensyariatannya sebagaimana diuraikan pada Hadits sebelumnya. Jadi perkataan Umar bukanlah dalil bolehnya Bid’ah dalam Agama. Perhatikanlah!! Ibnu Majjah
[4]    Dikeluarkan oleh Bukhari 3/16 dan Muslim 736 Al-Hafidz رحمه الله berkata (Fath 4/54): “Demikianlah kenyataannya dengan keberadaannya yang lebih tahu tentang Nabi صلی الله عليه وسلم pada malam hari daripada orang lain”
[5]    Pada Terbitan Pustaka Imam Syafi’i disebutkan Jabir bin Abdullah. Ibnu Majjah
[6]    Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya 920, Thabrani dalam As-Shagir halaman 108 dan Ibnu Nasr (Qiyamul Lail) halaman 90, sanadnya hasan sebagaimana syahidnya.
[7]    Furu' fajar: awalnya, permulaan fajar
[8]    Dan tambahan terperinci mengenai bantahan dari Syubhat ini, maka lihatlah : [a] Al-Kasyfus Sharih 'an Aghlathis Shabun fii Shalatit Tarawih oleh Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid [b] Al-Mashabih fii Shalatit Tarawih oleh Imam Suyuthi, dengan ta'liq Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, cetakan Dar'Ammar.
[9]    Yakni "Janganlah kami mejimai mereka" pendapat tersebut merupakan pendapat jumhur (ulama). Lihat Zaadul Masir 1/193 oleh Ibnul Jauzi
[10]  Hadits tersebut shahih, dishahihkan oleh para  imam serta para ulama, dapat dilihat takhrijnya serta pembicaraan hal ini pada kitab yang berjudul Al-Inshaf fi Ahkamil I'tikaf oleh  Ali Hasan Abdul Hamid. Untuk memperjelas keterangan, silahkan lihat juga Juz-ul I’tikaf karya al-Hammami
[11]  Dikeluarkan oleh Abdur Razak di  dalam Al-Mushannaf 8037 dan riwayat 8033 dengan maknanya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
[12]  Hadits Riwayat Bukhari 1/342 dan Muslim 297 dan lihat Mukhtashar Shahih Bukhari no. 167 oleh Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah dan Jami'ul Ushul 1/3452 oleh Ibnu Asir
[13]  Sebagaimana dalam Shahih Bukhari 4/226
[14]  Sebagaimana dalam Shahih Muslim 1173
[15]  Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 642-zawaidnya dan Al-Baihaqi, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Bushiri dari dua jalan. Dan sanadnya Hasan
[16]  Janganlah kalian terburu-buru, ini bukanlah sesuatu yang kami benci.
[17]  Dikeluarkan oleh Bukhari 4/240 dan Muslim 2157 dan tambahan yang terkahir ada pada Abu Dawud 7/142-143 di dalam Aunul Ma'bud
[18]  Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-neda, Imam Al-Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr Bidzikri Lailatul Qadar, membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini, lihatlah...
[19]  Hadits Riwayat Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850 dari Aisyah, sanadnya Shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan hal. 55-57 karya Ibnu Rajab Al-Hambali
[20]  Menjauhi wanita (yaitu istri-istrinya) karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencarinya.
[21]  HR. Muslim 1170. Perkataan: "Syiqi jafnah" syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al-Qadhi 'Iyadh berkata : "Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan"
Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad