Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan kematian dan kehidupan
ini, untuk menguji siapa diantara hambanya yang terbaik amalnya, hal
ini telah Allah sebutkan dalam kitabnya yang agung dalam surat Al Mulk
ayat 2:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ َوالْحَيَوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أيُّكُمْ أحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.”
Adapun makna ayat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Katsier dalam tafsirnya bahwa “Allah
telah menciptakan seluruh makhluk ini dari ketiadaan, untuk menguji
jin dan manusia, siapakah diantara mereka yang paling baik amalnya.” Kalau demikian apakah kita akan terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia dan lupa memperbaiki amal-amal kita?
Dalam Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah membawakan sebuah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, riwayat Al-Miswar bin Syaddad tentang perumpamaan dunia dan akhirat. Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Dunia ini dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika
seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah
dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya
kembali.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)
Peringatan tentang hakekat dunia juga disebutkan oleh Abul-Ala’, dia berkata: “Aku
pernah bermimpi melihat seorang wanita tua renta yang badannya
ditempeli dengan berbagai macam perhiasan. Sementara orang-orang
berkerumun di sekelilingnya dalam keadaan terpesona, memandang ke
arahnya, Aku bertanya, “Siapa engkau ini?” Wanita tua itu menjawab,
“Apakah engkau tidak mengenalku?” “Tidak,” jawabku “Aku adalah dunia,”
jawabnya. “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu,” kataku. Dia
berkata, “Kalau memang engkau ingin terlindung dari kejahatanku, maka
bencilah dirham (uang).”
Sesungguhnya Allah telah menjadikan bumi ini sebagai tempat tinggal
bagi kita selaku hamba Allah. Dan apa yang ada diatas bumi ini seperti
pakaian, makanan, minuman, pernikahan dan lain-lain merupakan santapan
bagi kendaraan badan kita yang sedang berjalan kepada Allah. Barangiapa
di antara manusia yang memanfaatkan semua itu menurut kemaslahatannya
dan sesuai dengan yang diperintahkan Allah maka itu adalah perbuatan
yang terpuji. Dan barangsiapa yang memanfaatkannya melebihi apa yang
dia butuhkan karena tuntutan kerakusan dan ketamakan maka dia pantas
untuk dicela.
Wahai hamba Allah, setelah kita mengetahui hakekat dunia dan
bagaimana seharusnya kita bersikap dengan dunia ini, akankah kita tetap
akan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan kita jadikan harta
tersebut sebagai tujuan hidup kita???
Suri tauladan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap
harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan
kerelaan). Sikap qana’ah ini seharusnya dimiliki oleh orang yang kaya
maupuan orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup
dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia,
tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus
mencari harta benda dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan
semua itu akan melahirkan rasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan.
Tentang sikap qana’ah, Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyampaikan hadits dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rizki yang
sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang
diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawy)
Ketahuilah wahai saudariku sesungguhnya di dalam qana’ah itu ada
kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi, ada
kesabaran dalam menghadapi hal-hal yang syubhat dan yang melebihi
kebutuhan pokoknya, yang semua itu akan mendatangkan pahala di akhirat.
Dan sesungguhnya dalam kerakusan dan ketamakan itu ada kehinaan dan
kesusahan karena dia tidak pernah merasa puas dan cukup terhadap
pemberian Allah.
Perbuatan qana’ah yang dapat kita lakukan misalnya puas terhadap
makanan yang ada, meskipun sedikit laku pauknya, dan cukup dengan
beberapa lembar pakaian untuk menutup aurat kita. Maka hendaklah dalam
masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam
masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita. Hal ini
sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam hadits yang artinya: “Lihatlah
orang yang dibawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian,
karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang
hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy)
Sikap qana’ah ini hendaklah kita lakukan dalam setiap kondisi, baik
ketika kita kehilangan harta maupun ketika mendapatkan harta.
Barangsiapa yang mendapatkan harta maka haruslah diikuti dengan sikap
murah hati, dermawan, menafkahkan kepada orang lain dan berbuat
kebajikan. Marilah kita tengok kedermawanan dan kemurahan hati
Rasulullah: Telah diriwayatkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
bahwa beliau adalah orang yang lebih cepat untuk berbuat baik daripada
angin yang berhembus. Selagi beliau diminta sesuatu, maka sekali pun
tidak pernah beliau menjawab. “Tidak” Suatu ketika ada seseorang
meminta kepada beliau. Maka beliau memberinya sekumpulan domba yang
digembala di antara dua bukit. Lalu orang itu menemui kaumnya dan
berkata kepada mereka: “Wahai semua kaumku, masuklah Islam! Karena Muhammad memberikan hadiah tanpa merasa takut miskin.”
Subhanallah sungguh indah pahala yang Allah janjikan terhadap
hambaNya yang memiliki sikap qana’ah, marilah kita senantiasa memohon
kepada Allah agar kita di anugrahi sikap qana’ah dan dijauhkan dari
sikap kikir dan bakhil.
اَللَّهُمَّ إنِّي أعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ،وَ
الْعَجْزِ وَ الْكَسَلِ،وَالْبُخْلِ وَ الْجُبْنِ،وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَ
غَلبَةِالرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari (bahaya) rasa gundah
gulana dan kesedihan, (rasa) lemah dan malas, (rasa) bakhil dan
penakut, lilitan hutang dan penguasaan orang lain.”
اللّهمّ قنّعني بما رزقتني و با رك لي فيه ، و ا خلف على كلّ غا ئبة لي بخير
“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas,
rela) terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, dan berikanlah
berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang
dariku dengan lebih baik.”
Referensi:
- Hisnul Muslim min Udzkuril Kitaabi wa Sunnati oleh Sa’id Bin Wahf Al-Qahthani
- Terjemah Minhajul Qashidin; “Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk”
- Terjemah Tafsir Ibnu Katsier terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i
- Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah- Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawwas