Cerita ini bermula ketika seorang sahabat Nabi bernama Abu
Thalhah pergi dari rumahnya untuk mencari penghidupan bagi keluarganya.
Ditinggallah istri tercintanya, Ummu Sulaim sendiri di rumah bersama dengan seorang anak.
Namun sesaat setelah kepergian Abu Thalhah, anak itu pun meninggal dunia.
Ketika Abu Thalhah pulang, ia pun bertanya kepada istrinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana anak kita?”
Ummu Sulaim pun menjawab, “Dia dalam keadaan sangat tenang.”
Tak terbesit wajah sedih atau pun cemberut di wajah Ummu Sulaim saat itu.
Ia pun bergegas menyiapkan menu berbuka bagi suaminya tersebut, sedangkan jasad sang anak dibaringkan di kamar tidur dengan baju yang indah dan wewangian yang harum agar suaminya tidak curiga.
Maka berbukalah mereka berdua, tanpa ditemani oleh sang anak. Setelah Isha’, Abu Thalhah beranjak tidur bersama istrinya, dan menyetubuhinya pula malam itu.
Di akhir waktu tidurnya, Ummu Sulaim baru kemudian mengatakan kepada Abu Thalhah, “Makamkanlah anak kita.”
Pagi harinya, Abu Thalhah pergi menghadap Rasulullah dan komplain dengan ‘tingkah’ istrinya yang kelewat sabar, maka Rasul pun menjawab, “Ya Allah… Berikanlah keberkahan kepada kedua orang ini,” (Hadist diriwayatkan oleh empat orang Imam ahli hadist).
Sepenggal kisah menarik tentang kesabaran seorang hamba pilihan yang hidup pada masa-masa terbaik dari umat ini.
Ummu Sulaim mencontohkan kepada kita sebuah kesabaran yang sangat-sangat tidak mungkin untuk dilakukan oleh kita yang hidup di akhir-akhir masa ini.
Di sinilah kemudian kita harus menarik sebuah pelajaran tentang sifat sabar dan menghindari sifat keluh kesah.
Ketahuilah,Manusia memang diciptakan berkeluh kesah ketika ditimpa musibah, dan bersifat kikir ketika mendapat nikmat (Surat al-Ma’arij Ayat 19-21).
Lihatlah status-status facebook dg mudah kita menemukan teman-teman mengeluh,mengeluh dan mengeluh secara blak-blakan bukan di tempat yang tepat.
mengeluhlah hanya kepada Allah karena Dialah pengatur segala urusan di dunia dan di akhirat.
Mintalah solusi dari segala masalah hanya kepada Allah dan hindarilah mengeluh kepada selain Allah.
Ingatlah baik-baik perkataan seorang ulama bernama Syaqiq Al-Balkhi, “Barangsiapa mengadukan suatu musibah kepada selain Allah, maka dia tidak mendapatkan di dalam hatinya manisnya ketaatan kepada Allah.”
Mari ingat juga arti dari sebuah ayat dalam Surat Al-Fatihah, “Hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.”
Maka wajar jika Imam Syaqiq Al-Balkhi berkesimpulan bahwa “mereka yang berkeluh kesah kepada selain Allah, ia tidak mengecap manisnya ketaatan kepada Allah.”
Belajarlah tentang sifat sabar dan menghindari keluh kesah dari para manusia hebat yang pernah hidup di awal-awal sejarah umat ini.
Seseorang pernah bertanya kepada Imam Ahmad Ibn Hambal, “Bagaimana keadaanmu?”
Imam Ahmad pun menjawab, “AKu baik-baik saja dan dalam keadaan afiat,”
Orang itu bertanya lagi, “Apakah engkau demam tadi malam?”
Dengan wajah memerah, Imam Ahmad berkata, “Jika sudah kukatakan aku dalam keadaan afiat, maka jangan kau desak aku untuk mengatakan sesuatu yang tidak kusukai (mengeluh),” (dalam Kitab Minhajul Qasidin).
Mari kita simak pula ketegaran seorang Al-Ahnaf yang cerita kesabaran beliau untuk menahan keluh kesah dapat dibaca di Kitab Minhajul Qasidin.
Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa selama empat puluh tahun, al-Ahnaf tidak bisa melihat. Dan selama itu pula, beliau tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada manusia.
Dan ingatlah sebuah hadist yang diceritakan oleh seorang sahabat bernama Anas radiyallahu anhu.
Ia berkata, “Aku membantu rumah tangga Nabi selama sepuluh tahun, dan belum pernah beliau mengeluh “Ah” terhadapku, dan belum pernah beliau menegur, ‘kenapa kamu lakukan ini atau kenapa kau tidak lakukan itu,” (Hadist Riwayat Imam Ahmad Ibn Hambal).
Ketahuilah, “Sabar itu hanya pada goncangan yang pertama,” demikian sabda Nabi Muhammad dalam Kitab Shahih Bukhari.
Maka ucapkanlah “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” saat ditimpa musibah, dan renungilah bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Maka mengeluhlah kepada Allah, dan tahanlah diri kita dari mengeluh kepada selain Allah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh manusia-manusia hebat seperti di atas.
Para ulama berkata, “Di antara simpanan kebaikan adalah menyembunyikan musibah.”
Dan ini sejalan dengan perkataan sahabat Ali Ibn Abu Thalih, “Di antara wujud pengagungan terhadap Allah dan mengetahui hak-Nya ialah janganlah engkau mengeluhkan sakitmu dan janganlah menyebut-nyebut musibahmu.”
bersabarlah… Berhentilah mengeluh…
Ditinggallah istri tercintanya, Ummu Sulaim sendiri di rumah bersama dengan seorang anak.
Namun sesaat setelah kepergian Abu Thalhah, anak itu pun meninggal dunia.
Ketika Abu Thalhah pulang, ia pun bertanya kepada istrinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana anak kita?”
Ummu Sulaim pun menjawab, “Dia dalam keadaan sangat tenang.”
Tak terbesit wajah sedih atau pun cemberut di wajah Ummu Sulaim saat itu.
Ia pun bergegas menyiapkan menu berbuka bagi suaminya tersebut, sedangkan jasad sang anak dibaringkan di kamar tidur dengan baju yang indah dan wewangian yang harum agar suaminya tidak curiga.
Maka berbukalah mereka berdua, tanpa ditemani oleh sang anak. Setelah Isha’, Abu Thalhah beranjak tidur bersama istrinya, dan menyetubuhinya pula malam itu.
Di akhir waktu tidurnya, Ummu Sulaim baru kemudian mengatakan kepada Abu Thalhah, “Makamkanlah anak kita.”
Pagi harinya, Abu Thalhah pergi menghadap Rasulullah dan komplain dengan ‘tingkah’ istrinya yang kelewat sabar, maka Rasul pun menjawab, “Ya Allah… Berikanlah keberkahan kepada kedua orang ini,” (Hadist diriwayatkan oleh empat orang Imam ahli hadist).
Sepenggal kisah menarik tentang kesabaran seorang hamba pilihan yang hidup pada masa-masa terbaik dari umat ini.
Ummu Sulaim mencontohkan kepada kita sebuah kesabaran yang sangat-sangat tidak mungkin untuk dilakukan oleh kita yang hidup di akhir-akhir masa ini.
Di sinilah kemudian kita harus menarik sebuah pelajaran tentang sifat sabar dan menghindari sifat keluh kesah.
Ketahuilah,Manusia memang diciptakan berkeluh kesah ketika ditimpa musibah, dan bersifat kikir ketika mendapat nikmat (Surat al-Ma’arij Ayat 19-21).
Lihatlah status-status facebook dg mudah kita menemukan teman-teman mengeluh,mengeluh dan mengeluh secara blak-blakan bukan di tempat yang tepat.
mengeluhlah hanya kepada Allah karena Dialah pengatur segala urusan di dunia dan di akhirat.
Mintalah solusi dari segala masalah hanya kepada Allah dan hindarilah mengeluh kepada selain Allah.
Ingatlah baik-baik perkataan seorang ulama bernama Syaqiq Al-Balkhi, “Barangsiapa mengadukan suatu musibah kepada selain Allah, maka dia tidak mendapatkan di dalam hatinya manisnya ketaatan kepada Allah.”
Mari ingat juga arti dari sebuah ayat dalam Surat Al-Fatihah, “Hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.”
Maka wajar jika Imam Syaqiq Al-Balkhi berkesimpulan bahwa “mereka yang berkeluh kesah kepada selain Allah, ia tidak mengecap manisnya ketaatan kepada Allah.”
Belajarlah tentang sifat sabar dan menghindari keluh kesah dari para manusia hebat yang pernah hidup di awal-awal sejarah umat ini.
Seseorang pernah bertanya kepada Imam Ahmad Ibn Hambal, “Bagaimana keadaanmu?”
Imam Ahmad pun menjawab, “AKu baik-baik saja dan dalam keadaan afiat,”
Orang itu bertanya lagi, “Apakah engkau demam tadi malam?”
Dengan wajah memerah, Imam Ahmad berkata, “Jika sudah kukatakan aku dalam keadaan afiat, maka jangan kau desak aku untuk mengatakan sesuatu yang tidak kusukai (mengeluh),” (dalam Kitab Minhajul Qasidin).
Mari kita simak pula ketegaran seorang Al-Ahnaf yang cerita kesabaran beliau untuk menahan keluh kesah dapat dibaca di Kitab Minhajul Qasidin.
Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa selama empat puluh tahun, al-Ahnaf tidak bisa melihat. Dan selama itu pula, beliau tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada manusia.
Dan ingatlah sebuah hadist yang diceritakan oleh seorang sahabat bernama Anas radiyallahu anhu.
Ia berkata, “Aku membantu rumah tangga Nabi selama sepuluh tahun, dan belum pernah beliau mengeluh “Ah” terhadapku, dan belum pernah beliau menegur, ‘kenapa kamu lakukan ini atau kenapa kau tidak lakukan itu,” (Hadist Riwayat Imam Ahmad Ibn Hambal).
Ketahuilah, “Sabar itu hanya pada goncangan yang pertama,” demikian sabda Nabi Muhammad dalam Kitab Shahih Bukhari.
Maka ucapkanlah “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” saat ditimpa musibah, dan renungilah bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Maka mengeluhlah kepada Allah, dan tahanlah diri kita dari mengeluh kepada selain Allah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh manusia-manusia hebat seperti di atas.
Para ulama berkata, “Di antara simpanan kebaikan adalah menyembunyikan musibah.”
Dan ini sejalan dengan perkataan sahabat Ali Ibn Abu Thalih, “Di antara wujud pengagungan terhadap Allah dan mengetahui hak-Nya ialah janganlah engkau mengeluhkan sakitmu dan janganlah menyebut-nyebut musibahmu.”
bersabarlah… Berhentilah mengeluh…